Dari beberapa hal yang berhubungan dengan marketing sekolah, mengapa masalah tahunan selalu berulang? Menurut kami, salah satunya adalah upaya pemasaran yang dilakukan sekolah tidak dirancang sistematis sedemikian rupa sehingga aktivitas pemasaran cenderung tidak tertata, kurang fokus dan berulang (minim inovasi).
Artikel ini akan mengulas mengapa marketing sekolah perlu dijadikan strategi yang tersistem dan bagaimana memulai marketing sekolah sebagai sistem dan strategi.
Mengapa Marketing Perlu dijadikan Sistem
Mengutip Data Indonesia (BPS, 2023), sebanyak 60% sekolah di daerah pedesaan masih mengandalkan brosur fisik dan spanduk sebagai alat pemasaran utama, tetapi hanya 5% calon orang tua yang mengaku tertarik melalui metode ini.
Studi di Jurnal Pendidikan (2023), sebanyak 70% sekolah di Indonesia tidak memiliki alokasi anggaran khusus untuk pemasaran. Dari jumlah tersebut:
- 40% mengalokasikan dana secara “dadakan” (hanya saat PPDB).
- 30% menggunakan dana operasional tanpa perencanaan ROI.
Apa akibatnya? Ya, bisa ditebak tiap tahun mengadalkan “keberuntungan” dan tidak jarang berakhir dengan ketercapaian target yang meleset.
Aktivitas pemasaran sekolah yang seperti “template” tiap tahun, atau mencontoh sekolah kompetitor serta tidak direcanakan dengan jelas, menjadi sebagian bukti bahwa marketing sekolah tidak dirancang sebagai sebuah sistem, tidak termanajemen dengan baik.
Bagaimana Membangun Marketing Sekolah sebagai Sistem?
Untuk menjadikan marketing sekolah sebuah sistem dan strategi ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan. Seperti pendekatan yang bisa kita adopsi dari Philip Kotler dan Karen A. Fox di bukunya “Strategic Marketing for Educational Institutions” yaitu sebagai berikut:
1. Bangun Sistem Mulai dari Customer-Centricity
Sederhananya begini, “Pemasaran bukan tentang menjual produk, tetapi memenuhi kebutuhan manusia.“
Apa yang menjadi kebutuhan walimurid yang menjadi sasaran sekolah kita? Masalah apa dari mereka yang hendak kita selesaikan dengan layanan pendidikan kita? Harapan apa yang hendak kita wujudkan?
Pertanyaan-pertanyaan ini memicu kita (sekolah), mendapatkan hal yang jelas serta apa yang hendak kita tawarkan dalam bentuk kegiatan pemasaran.
Selama ini kita menggunakan pendekatan terbalik, apa yang kita miliki (program, fasilitas, keunggulan) dipromosikan sedemikian rupa. Jika bertepatan mengenai orang yang sedang tepat, maka terjadilah closing (keputusan untuk mendaftarkan diri di sekolah).
Jika tidak beruntung, maka upaya yang dilakukan menjadi seolah sia-sia.
Jadi, pastikan sistem atau marketing sekolah selalu dimulai dari kebutuhan si Customer (walimurid), bukan dimulai dari apa yang sekolah miliki.
2. Kembangkan Value Proposition yang Unik
Saat sekolah tidak memiliki value proposition yang unik, maka sekolah akan kesulitan dalam bersaing dengan sekolah lain (kompetitor).
Kita cenderung suka latah dan melakukan imitasi berlebihan serta terlalu mengikuti tren. Misal, saat ini sudah menjadi umum sekolah dengan tagline “Fullday School”, “Berbasis Karakter” atau “Integrasi Tahfiz” dan lain-lain.
Sebagian mungkin masih relevan dengan kebutuhan masyarakat sekitar, namun tidak jarang hampir semua sekolah menawarkan nilai yang serupa.
Alih-alih kita menawarkan hal yang sama (mirip), perlu kita pertimbangkan merancang dan mengembangkan sesuatu yang unik, berbeda dan menarik (unique value proposition).
3. Rancang Strategi Berdasarkan Customer Journey Map
Perjalanan seorang calon walimurid sebelum memutuskan pilihan pada sekolah atau lembaga pendidikan ini disebut customer journey.
Mulai dari bagaimana dia mencari dan menemukan informasi sekolah kita di mesin pencari atau berawal dari bertanya kepada teman atau koleganya.
Setelah itu, membaca-baca informasi di website. Melihat-lihat dokumentasi dan konten di media sosial. Menyimak video profile yang ada di youtube. Lalu, saat mulai tertarik menghubungi nomor yang tersedia atau bahkan langsung mengadakan jadwal berkunjung ke sekolah.
Setelah mendapatkan kejelasan informasi, dia membuat beberapa pilihan dari sekolah-sekolah yang ia datangi secara langsung maupun secara virtual.
Sampai akhirnya dia mengambil keputusan dan menjatuhkan pilihan ke salah satu sekolah.
Ini adalah proses yang perlu kita bedah dan rancang apa saja yang perlu dioptimalkan di setiap tahapannya.
Sebab, boleh jadi sekolah kita kesulitan dalam PPDB tahunan karena tidak paham bagian mana (tahapan mana) yang perlu diperbaiki. Selama ini hanya berkutat pada brosur, flyer, promosi dan lain-lain.
Di era serta cepat dan banyak pilihan ini membuat calon walimurid di atas angin. Mereka memiliki segudang informasi yang bisa dengan cepat mengubah keputusan mereka dalam hitungan detik.
Jika kita tidak membedah customer journey ini dan menemukan celah perbaikan, kita akan menjadi pilihan kesekian dari calon walimurid.
Simpulan
Marketing sekolah adalah sebuah proses berkesinambungan. Sebuah upaya yang dirancang dengan baik, memiliki tujuan dan rencana yang jelas, serta langkah yang sistematis.
Selain itu, proses berkesinambungan membuat strategi marketing sekolah selalu diperbaiki dan disesuaikan dengan kebutuhan dari segmen market itu sendiri.
Saat kita abai dengan kebutuhan dan keingingan audien, kita akan kesulitan merancang nilai yang benar-benar dibutuhkan dan dicari-cari oleh mereka.
Sistem pemasaran sekolah bukan proyek satu kali, tapi siklus terus-menerus dari inovasi dan perbaikan.
Semoga artikel ini bermanfaat, jika anda tertarik membangun marketing sekolah sebagai sebuah sistem dan strategi yang efektif, bisa mengikuti kelas “Marketing for Educational Institution Blueprint”.